Music is an art that has existed since ancient times. Currently there are various types of musical instruments that are popular in Indonesia. One of them is a tambourine.
The tambourine was used as a means of da'wah in spreading Islam. In addition, the tambourine is also an accompaniment to the chanting of poetry containing noble messages in Islam. In the 6th century AD, people believed that the tambourine was also used as accompaniment music to welcome the arrival of the Prophet Muhammad.
In Indonesia itself, the tambourine was first introduced by Habib bin Muhammad bin Husain al-Habsyi in the 13th century AD. He introduced the tambourine and kasidah. Since then the tambourine began to spread and develop in the community.
Tambourine or Javanese people often call "Flying" made of wood and goat skin. Usually this tambourine is circular. In Yogyakarta, the center for tambourine craftsmen is in Bantul Regency. A number of craftsmen at this time have also joined under the auspices of KSU APIKRI.
Uniquely, the tambourine craftsmen under the auspices of KSU APIKRI use environmentally friendly basic materials. In 2016, Amir Panzuri (late), Former Director of KSU APIKRI revealed that tambourines made of mango wood are attractive to consumers from abroad which are priced at 10 US dollars.
This tambourine made of mango wood is one of the environmentally friendly products with local ethnic values from Indonesia. The use of environmentally friendly materials that foreign buyers are eyeing provides opportunities for craftsmen in Yogyakarta to market their products.
Mengenal Alat Musik RebanaMusik merupakan kesenian yang sudah ada sejak zaman dahulu. Saat ini ada berbagai jenis alat musik yang populer di Indonesia. Salah satunya adalah rebana.
Rebana dulu digunakan untuk sarana dakwah dalam menyebarkan agama Islam. Selain itu, rebana juga menjadi pengiring lantunan syair berisi pesan mulia dalam agama Islam. Pada abad ke-6 masehi, masyarakat percaya bahwa rebana juga digunakan sebagai musik pengiring untuk menyambut kedatangan Nabi Muhamad SAW.
Di Indonesia sendiri, rebana pertama kali diperkenalkan oleh Habib bin Muhammad bin Husain al-Habsyi pada abad ke-13 Masehi. Ia memperkenalkan rebana dan kasidah. Sejak saat itulah rebana mulai menyebar dan berkembang di masyarakat.
Rebana atau masyarakat Jawa sering menyebut “Terbang” terbuat dari kayu dan kulit kambing. Bisanya rebana ini berbentuk lingkaran. Di Yogyakarta, sentra perajin rebana ada di Kabupaten Bantul. Sejumlah perajin saat ini juga telah bergabung di bawah naungan KSU APIKRI.
Uniknya, para perajin rebana di bawah naungan KSU APIKRI ini menggunakan bahan dasar ramah lingkungan. Pada tahun 2016 lalu, Amir Panzuri (alm), Mantan Direktur KSU APIKRI mengungkapkan jika rebana dari kayu mangga diminati konsumen dari luar negeri yang dibanderol seharga 10 dolar AS.
Rebana dari kayu mangga ini menjadi salah satu produk ramah lingkungan dengan nilai lokal etnik dari Indonesia. Penggunaan bahan ramah lingkungan yang dilirik pembeli luar negeri memberikan peluang bagi para perajin di Yogyakarta untuk memasarkan produknya.